Review Film Pretty Boys : Satire Berbalut Komedi yang apik

Post a Comment

Akhir pekan lalu, saya diajak  sahabat saya menonton film Indonesia terbaru di bulan September ini berjudul Pretty Boys, mumpung ada diskonan 50% dari salah satu aplikasi. Meski awalnya sempet nolak nonton karena emang belum gajian, heheh. tapi akhirnya berangkat juga sekaligus menyegarkan pikiran.

Image from OFFICIAL Instagram Prettyboyspictures
*MOHON MAAF PENUH DENGAN SPOILER* 

Sinopsis Pretty Boys

Pretty Boys menceritakan  dua orang sahabat Anugrah (Vincent) dan Rahmat (desta) yang berasal dari kampung. Kabur ke Jakarta dan bertahan hidup demi mencapai tujuan awal mereka yaitu menjadi presenter/artis. Mereka bekerja di sebuah restoran sebagai koki dan berteman dengan Asti (Danila Riyadi) . karena satu kejadian, akhirnya Rahmat dan Anugerah berhenti dari pekerjaan tersebut.

Pada akhirnya membawa mereka mengambil pekerjaan sebagai penonton bayaran hinga akhirnya mendapat kesempatan untuk menjadi host Kembang Gula dengan gaya kemayu. Ada Roni (Onadio Leonardi) yang kemudian menjadi manajer dari dua orang ini.  Rahmat dan Anugrah juga mempunyai nama panggung yaitu Mattew dan Nugi.

Kehidupan nugrah dan Rahmat mulai berubah
Saat itu juga, kehidupan dua orang ini mulai berubah. Menjadi kaya raya, namun di sisi lain, Anugerah gelisah karena harus menjadi orang lain , yang bukan dirinya. Menjadi kemayu-mayu demi sebuah ketenaran. Dan Anugrah juga memikirkan ayahnya, Pak Jono (Roy Marten) bila tahu ia bekerja seperti itu. Pak Jono sangat menentang Anu bekerja di industry hiburan, yang dianggap dekat dengan hal-hal buruk.

Saat di puncak ketenaran, dua sahabat sejak kecil ini diuji. Rahmat yang mulai tergila-gila dengan ketenaran, mabuk-mabukan , main perempuan dan tidak memikirkan perasaan Asti. Kemarahan Anugrah memuncak dan meluapkan di depan kamera yang sedang tayang live.
Saat itupun karir kedua orang tersebut hancur. Hingga akhirnya mereka dapat kembali sadar, dan memulai semuanya dari awal.     

Pretty Boys : Satire Berbalut Komedi yang apik

Siapa yang nggak kenal Vincent-Desta? Dua  orang ini namanya sudah taka sing lagi di telinga. Bahkan saya mengenal dua nama inisejak jaman SD, Desta yang pernah jadi host H2C (harap-harap cemas) jaman SD , kemudian mulai mengenal saat lagu “Dari Hati” merajai chart-chart Radio jaman SMP. Eh mohon maaf kebanyakan intro
Sebelum beranjak ke Review, film ini  merupakan debutan dari beberapa orang yang terlibat. Kenapa disebut film debutan, karena orang-orang yang terlibat adalah orang0-orang yang kesehariannyat tidak bergelut dalam dunia produksi perfilman.   Sebut saja dr. Tompi sebagai sutradara, padahal saya mengenal Tompi sebagai dokter dan sekaligus musisi. Di penulis naskah sendiri ada Imam Darto, yang saya kenal merupakan salah satu presenter di sebuah acara di Televisi Swasta.

Onad yanag berperan ngondek sebagai Roni
Di sisi aktor sendiri ada Onadio Leonardi, mantan vokalis Killing Me Inside yang juga pertama kali berakting, ada Danila Riyadi, salah satu musisi yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan tak kalah memukau dengan aktinnya. Selain itu, actor-aktor figuran yang turut meramaikan film ini adalah Glen Fredly, Imam Darto, Tora Sudiro, Fery Mariadi, Hesti P., Najwa Shihab, Enzy Storia, Aurelie Moremas.
Danila tampil sebagai Asti
Saya menangkap satire yang ingin diungkapkan dalam film ini namun dikemas dalam komedi ala Vincent-Desta yang menggelitik namun mengena. Sungguh konsep yang menarik. Berikut beberapa hal yang saya tangkap ketika menonton Film Berdurasi 100 menit ini.  

Satire terhadap dunia perindustrian  televisi

Hal paling menonjol dalam film ini adalah realitas yang terjadi di industry pertelevisian yang mungkin jarang diungkap, apalagi dmelalui sebuah film.
1.       Penonton bayaran

Berawal dari keputusan Nugi untuk berhenti jadi koki di restoran, membawa dua orang ini untuk menjadi penonton bayaran dalam sebuah acara talkshow
“syarat bisa dan kuat tertawa sambil joget selama dua jam” mau tidak mau, ini juga merupakan sindiran terhadap dunia pertelevisian, kalian pasti sudah tahu dong, acara mana yang sebenarnya dimaksud. Heheh
Beberapa tahun ini, semakin maraknya acara televise yang membutuhkan penonton bayaran, maka  banyak pula bermunculan koordinator penonton bayaran, yang dalam film ini dicontohkan pada diri Roni
2.       Isu transgender

Realita dalam dunia pertelevisian kita adalah Host di TV yang Kemayu, berpenampilan cewek, justru lebih menjual. Diceeritakan bahwa semenjak Rahmat dan Anugrah menjadi host dalam Acara, rating acara tersebut menjadi meningkat.
Hal ini dekat sekali dengan realita, yang justru diminati adalah presenter-presenter dengan gaya kemayu , seperti cewek laku keras di banyak acara pertelevsian. Mau tidak mau si Artis harus menuruti perintah dari bos dunia hiburan.
3.        Maraknya penipuan dalam industry pertelevisian
Rahmat dan Desta yang berasal dari kampung, ketika mendapat kesempatan untuk menjadi host di Acara, menyerahkan semua hal pada Roni yang tiba-tiba mengajukan diri sebagai manager. Kedua orang tersebut tidak pernah diberitahu dan ingin tahu tentang gaji mereka, sampai suatu scene ada surat tagihan hutang datang ke rumah yang ditinggali bersama, Anugrah yang mulai curiga, bertanya pada Rahmat tentang kejelasan uang yang diterima, tapi Rahmat menepis dugaan Anugrah.
4.       Ketika seorang Artis bermasalah, maka karirnya akan ikut hancur
Pertengkaran Anugrah dan Rahmat membuat karir mereka hancur. Hal ini berlaku juga di industry pertelevisian Indonesia di mana seorang artis bermasalah, maka kontrak-kontrak yang telah disepakati akan diputus begitu saja
5.       Dunia Televisi tidak lepas dari hal-hal negatif
Di akhir cerita, Roni tertangkap sebagai Mucikari Prostitusi online. Hal ini juga mengingatkan pada kasus prostitusi artis yang belakangan marak terjadi.

Satire terhadap lelaki yang pasif dan enggan berjuang




Dari awal cerita ditunjukkan bahwa Asti menaruh rasa pada Nugi. Namun sikap Nugi yang pasif, cenderung membuat Asty terus memberikan kode. Namun Nugi seolah tak bergeming, di sisi lain Rahmat yang juga menyukai asti menunjukkan dengan terang-terangan sikap sukanya pada Asty. Pada satu scene Asti melontarkan “jadi, siapa yang nganter gue pulang” ,” dengan sigap Rahmat menyamber “Gue anter lo pulang” , padahal,  yang diharapkan Asty adalah Anugrah.



Sesaat sebelum Nugi dan Rahmat berhenti kerja dari restoran, asty sempat bertanya “kaalau kamu nanti jadi bintang, kamu nggak mau gitu ngajak Asti Kencan” “ya Mau, Ti” tapi dengan nada yang ragu-ragu. 

"Kaya itu bukan dilihat dari harta, tapi dari..." ucap Asti sembari menunjuk dada Anugrah. 


Hingga saat Rahmat dan Nugi sudah menjadi terkenal, Nugi tak berbuat apa-apa. Padahal Asty sangat berharap pada Nugi.

Bukankah hal ini kadang dekat sekali dengan kenyataan sekarang? Saat wanita mulai mencintai, ia hanya butuh kepastian. Namun kadanga lelaki justru pasif tak berbuat apa-apa, entah karena gengsi, atau minder. Membuat wanita pada akhirnya juga lelah menunggu kemudian berpaling ke yang lain. Eaaa.. mohon maaf sedikit curhat juga.  

Pada akhirnya Asti sering bersama Rahmat, namun ia tahu Rahmat suka main wanita. Di situ emosi Asti meluap. Dan bercerita kekecewaannya tentang sikap pengecut Anugrah.
Tipe-tipe lelaki pasif macam Anugerah dalam film ini kadang emang menyebalkan sih dalam dunia percintaan. Wkwkwk.. di satu sisi seorang wanita butuh kepastian, tapi si lelaki tak ada usaha untuk maju. Pada akhirnya kedua sejoli tersebut hanya berakhir dengan saling mencintai namun tak dapat memiliki.

Satire terhadap peristiwa 1998

Film ini juga sedikit menyentil tentang peristiwa di tahun 1998. Pak Jono (yang merupakan bekas tentara di tahun 1998, dikisahkan harus bertugas ke Jakarta. Di sisi lain, istrinya (diperankan oleh Roweina) tidak setuju akan kepergiannya, namun Pak Jono tetap berangkat.
Pak Jono merasa dirinya adalah pahlawan yang berjasa pada Negara, namun ia gagal menjadi pahlawan dalam keluarganya. Hingga akhirnya ia kehilangan istrinya yang pergi tanpa pamit.

Satire terhadap realitas sosial

Awalnya saya nggak ngeh, pada bagian Anu terpuruk, ia berjalan di jalanan ada waria yang menggoda-goda dan bertanya untuk ditemani, namun mereka berakhir pada sebuah warung di pinggiran rel. di sana Anu bercerita bersama si Waria (diperankan oleh Tora Sudiro) yang ternyata juga bisa berteriak sebagai lelaki.  Namun di sisi lain, waria tersebut juga seorang ayah dan suami. Ia harus bertahan hidup untuk menafkahi anaknya. Ia harus bekerja sebagai waria demi menghidupi keluarganya.
“lo jangan jadi kayak gue” begitu ucap Waria tersebut ketika Anu akan balik ke kampung.

Satire Tentang Keluarga dan Persahabatan

Hal yang cukup menyentuh dalam film ini adalah kisah keluarga yang disuguhkan. Meskipun Anugrah/nugi kabur dari rumah, ia tetap memikirkan bapaknya yang tak pernah setuju Anugrah bekerja di dunia hiburan. 

Saya baru sadar, pemilihan dua nama tokohnya yang ternyata memiliki makna yang cukup dalam. Rahmat dan Anugerah dua kata ini berarti “karunia/pemberian dari Allah SWT (dalam islam) “ kedua nama ini dipilih dengan sangat islami.  begitu pula dengan nama panggung yang disematkan pada kedua tokoh utama “Nugie dan Mattew” kedua nama ini kurang lebih juga berarti sama “ yaitu karunia dari Tuhan”

Jika saya boleh menarik kesimpulan, di balik cerita menyentuh dari dua sahabat yang merasakan sama-sama ditinggal oleh orang tua, film ini ingin menyampaikan pesan bahwa “seorang anak adalah karunia dari tuhan, jangan pernah menyia-nyiakan kehadiran seorang anak. Sekeras apapun ego, hubungan anak dan orang tua tak dapat digantikan dengan apapun.

Kisah persahabatan dalam film ini juga sangat ditonjolkan. Pada akhirnya, ketika seorang sahabat melakukan kesalahan, sebaiknya jangan ditinggalkan tetapi diperbaiki. Sahabat sejati akan tetap berada di sisi baik dalam keadaan senang maupun susah. 

Di banyak sisi , film ini cukup apik ditonton sebagai film debutan, tone yang cukup apik.  Musik dan soundtrack yang dipilih pun merupakan music-usik indie yang jarang sekali digunakan sebagai soundtrack sebuah film. Sebut saja musisi  Nadin Hamzah, Danila Riyadi, Pamungkas, dan Ardhito Pramono yang turut menghidupkan suasana melalui music dalam film ini.

Cerita-cerita dan isu yang cukup menarik sebenarnya untuk dibahas, namun di sisi lain, perpindahan cerita dalam film ini saya rasa ujug-ujug alias dengan cepat. Jika boleh berkata, film ini layaknya media curhat dari para pembuatnya. Ada beberapa bagian yang kurang, tapi bisa dimaklumi sih.   
Well, film ini cukup menarik kok untuk ditonton sebagai hiburan ditengah penatnya berita-berita politik akhir-akhir ini yang juga serba cepat. DPR, Kasus Kebakaran Hutan,  RUU PKS, mari istirahat sejenak dari berita-berita memuakkan.

Rie agustina
Selain Suka Pantai, aku juga suka kamu :) Kunjungi Tulisan saya lainnya di Jurnalrieagustina.com

Related Posts

Post a Comment